Gue Mau Cerita Soal Gimana Sekelas Gue di SMA Nglawan Roh Jahat

Halo, saya admin. Tahukah Anda bahwa di jurang internet Jepang, di sudut-sudutnya yang tersembunyi, ada kisah-kisah yang dibisikkan secara diam-diam?

Di balik kegelapan anonimitas yang mendalam, banyak kejadian aneh yang masih terus diceritakan. Di sini, kami telah mengumpulkan dengan cermat kisah-kisah misterius itu – yang tidak diketahui asalnya, namun anehnya begitu nyata – yang bisa membuat bulu kuduk berdiri, hati terasa sesak, atau bahkan menjungkirbalikkan akal sehat.

Anda pasti akan menemukan cerita yang belum pernah Anda ketahui. Nah, apakah Anda siap untuk membaca…?

[1] Ini kejadian yang sulit dipercaya, tapi ini kisah nyata. Kalau kalian anggap ini bohong, ya terserah. Memang sih, kalau cuma dengar ceritanya, kedengarannya kayak cerita karangan. Terus, demi mencegah identitas gue ketahuan, gue bakal sedikit ubah ceritanya, tapi garis besarnya benar-benar terjadi. Di judul gue tulis “nglawan”, tapi sebenarnya ini lebih banyak cerita tentang gimana kami dihajar habis-habisan. Gue nulisnya gak nyicil, jadi bakal pelan-pelan ceritanya.

  • [2] Cepetan tulis dong. Gue nungguin nih.
  • [3] Cepetan tulis.
  • [5] Pertama-tama, kasih tau dulu dong spek (※info dasar) TS (※Thread Starter/yang bikin postingan).

[6] Oke, pertama soal spek gue dan dua teman dekat gue waktu itu. Gue: Anak SMA kelas 2, badan kecil, peduli omongan orang, anggota klub musik tiup. Di kelas termasuk murid yang biasa aja, cenderung gak kelihatan. Gak di-bully sih, tapi kayak diremehin gitu. Hosoki: Teman dari SMP. Satu klub musik tiup sama gue. Kurus tapi tinggi. Matsuzaka: Sahabat dekat yang ketemu di SMA. Ketua klub sains. Tampangnya biasa aja, tapi anehnya kemampuan lainnya tinggi semua.

  • [7] Gue nungguin.

[8] Pertama soal sekolah kami. Sekolahnya biasa aja, di daerah yang lumayan pinggiran, tingkat kepintaran siswanya juga standar. Kelas kami isinya 36 orang. Sebelum libur musim panas, kami sempat kompak banget pas acara festival budaya, jadi gak ada bullying dan kelasnya lumayan akrab.

Festival Budaya: Acara tahunan di sekolah Jepang yang diadakan oleh siswa. Biasanya tiap kelas atau klub membuat pameran, pertunjukan drama, atau stan makanan/minuman.

[8] Awal mula kejadiannya sekitar seminggu setelah libur musim panas selesai. Dimulai dari ketua kelas kami yang gak masuk tanpa izin. Ketua kelas kami itu cowok, wakil ketua atau apalah gitu di klub voli putra, orangnya disegani dan serius. Orang kayak dia bolos tanpa kabar itu bikin wali kelas heran, dan di kelas pun pada ngomongin jangan-jangan dia kecelakaan pas berangkat sekolah.

[9] Di tengah situasi itu, salah satu anak dari geng populer di kelas nyeletuk, “Eh, jangan-jangan dia kena kutukan kali? (haha)”. Waktu itu sih semua pada ketawa, mikir “Mana mungkin lah (haha)”, tapi kata si anak populer itu, malam sebelumnya dia sama beberapa teman main ritual semacam “Kokkuri-san”.

Kokkuri-san: Semacam permainan ramalan atau pemanggilan arwah yang populer di Jepang. Peserta meletakkan jari di atas koin yang diletakkan di atas meja, lalu koin tersebut dipercaya bergerak sendiri oleh kekuatan gaib menunjuk huruf-huruf (seperti tabel aksara Jepang) untuk menjawab pertanyaan. Mirip papan Ouija.

[9] Dan katanya, ketua kelas juga ikut dalam ritual itu. “Terus dia tuh, pas ritualnya selesai, langsung pulang sambil bilang ‘Gak enak badan’ gitu (haha). Udah pasti kerasukan ini mah (haha),” katanya. Gue, Hosoki, sama Matsuzaka gak ikut nimbrung ngobrol sih, tapi kedengeran obrolan mereka. Kami jadi ngomongin sendiri, “Ritual kayak gitu bukannya bahaya ya kalau beneran berhasil?”. Terus kami malah jadi bahas cerita-cerita horor di forum online (2ch).

Forum online (2ch): Papan buletin internet berbasis teks anonim yang banyak digunakan di Jepang. “2ch” (sekarang namanya berganti jadi “5ch” dll.) adalah salah satu yang paling terkenal. Pengguna bisa berkomentar secara anonim tentang topik tertentu.

[9] Setelah itu, pas istirahat makan siang, wali kelas nelpon ke rumah ketua kelas, tapi orang tuanya bilang katanya dia berangkat sekolah seperti biasa. Akhirnya sekelas jadi heboh bahas soal mistis. Sambil cerita serem, kayaknya dalam hati banyak yang mikir kalau si ketua kelas yang serius itu sebenarnya cuma bolos karena alasan tertentu.

alt text
  • [10] Gue baca kok.

[11] Begitulah hari itu berakhir, tapi besoknya situasinya jadi gak bisa dibuat bercanda lagi. Besoknya, gue udah lupa soal ketua kelas dan berangkat sekolah kayak biasa. Tapi pas masuk kelas, suasananya aneh. Semua pada diam, kalaupun ada yang ngobrol, mereka ngomongnya pelan-pelan dengan muka muram. Bahkan ada beberapa siswi yang nangis sesenggukan. Gue tanya ke Matsuzaka yang udah datang duluan, ada apa. Matsuzaka, dengan mata sembab, bilang, “Ketua kelas… katanya meninggal kemarin.” Seketika gue inget kejadian kemarin dan mikir, “Eh, kutukan!?”, tapi suasana gak memungkinkan buat ngomong hal gak sopan kayak gitu. Gue: “Kenapa dia meninggal? Kecelakaan?” Matsuzaka: “Enggak, gue juga gak tau detailnya. Gue baru dengar dari anak-anak kelas pas datang tadi pagi.” Gue: “Oh, gitu.” Ini bener-bener mengejutkan, tapi gue lumayan tenang. Sedih iya, nyesek iya, tapi lebih dari itu, kepala gue penuh sama pertanyaan “Kenapa?”. Gak lama setelah itu, ada pertemuan darurat seluruh sekolah. Isinya tentu soal meninggalnya ketua kelas, tapi penyebab kematiannya gak disebutin sama sekali.

  • [12] Terus, gimana jadinya!?
  • [15] Kalian juga jangan main-main pergi ke tempat angker atau main Kokkuri-san! Serem banget beneran. Padahal belum banyak berbakti sama orang tua…

Berbakti pada orang tua (親孝行 – Oyakōkō): Konsep moral untuk menghormati, menyayangi, dan merawat orang tua. Nilai yang dijunjung tinggi di budaya Asia Timur, terutama yang dipengaruhi Konfusianisme.

[16] Setelah itu, seharian kelas jadi suram, suara tangis sesenggukan terus kedengeran. Pelajaran gak bisa jalan dengan baik, kalau gak jadi belajar mandiri, ya gurunya ikut nangis sampai gak bisa ngajar. Pas jam pulang sekolah, wali kelas yang seharian gak kelihatan akhirnya datang. Katanya habis melayat jenazah ketua kelas. Wali kelas tetap gak nyebutin penyebab kematiannya, tapi pas salah satu teman sekelas teriak sambil nangis, “Kenapa dia harus mati!!”, seisi kelas langsung nangis semua. Gue akhirnya mulai merasakan kenyataan, air mata gue gak berhenti. Terus wali kelas juga sambil nangis bilang, “Bunuh diri. Surat wasiatnya juga ditemukan.” Semua syok berat, gak ada lagi yang buka mulut. Wali kelas kayaknya mau ngomong sesuatu lagi, tapi gak bisa karena nangis. Dia cuma bilang, “Hati-hati di jalan,” terus pergi.

[19] Hari itu kegiatan klub juga libur, gue langsung pulang tanpa banyak ngobrol sama siapa-siapa. Sampai rumah, entah kenapa ibu gue udah tau soal kejadian ini, dia bilang, “Pasti berat ya.” Gue yang udah kelas 2 SMA malah nangis kejer di depan ibu. Besoknya, kelas masih sangat suram. Pas wali kelas datang di jam pagi, dia bilang, “Hari ini ada pemakaman ketua kelas. Yang mau ikut, angkat tangan.” Gue pikir, gak ada angkat tangan yang lebih sulit dari ini, tapi ternyata sekelas angkat tangan semua. Setelah itu, kami dibagi ke beberapa mobil guru dan pergi ke pemakaman. Di pemakaman, air mata gak berhenti, tapi setelah selesai, rasanya kami bisa mengucapkan selamat tinggal dengan benar. Habis itu kami kembali ke sekolah dan ikut pelajaran seperti biasa. Suasana suram masih ada, tapi kayaknya anak-anak kelas sudah bisa move on, mereka berusaha ceria seperti biasa. Ada luka besar di kelas kami, tapi suasananya jadi kayak, “Kita harus berjuang lebih keras demi ketua kelas.” Tapi, besoknya, kejadian lain terjadi.

[21] Besoknya, gue naik sepeda ke sekolah. Biasanya di jalan gue ngelewatin jembatan besar, tapi hari itu jembatannya ditutup sebagian. Banyak mobil polisi dan ambulans parkir di sana. Terus banyak orang berkerumun. Gue pikir ada kejadian apa, jadi gue ikut nimbrung di kerumunan. Katanya ada anak SMA jatuh dari jembatan. Gue langsung mikir jangan-jangan… gue deketin sampai ke batas lokasi kejadian, kelihatan ada dua sepeda tergolek. Di sekolah kami, sepeda harus ditempeli stiker khusus sekolah buat anti maling. Dan di dua sepeda itu, kelihatan ada stiker sekolah kami. Lebih parahnya lagi, warna stiker itu beda-beda tiap angkatan, dan warna stiker di sepeda itu sama persis kayak warna stiker di sepeda gue. Gue inget banget rasanya darah gue surut waktu itu.

alt text
  • [22] Semoga tiga orang yang dikenalin di awal selamat semua…
  • [23] Jangan-jangan endingnya TS (>>1) yang bunuh semua orang.
  • [24] Kok gue malah jadi agak nungguin kelanjutannya ya.

[25] Gue jadi takut dan buru-buru pergi dari sana. Sampai di sekolah, berita itu udah menyebar ke seluruh sekolah. Tapi belum ada yang tau siapa yang jatuh. Gue jadi gelisah banget mikirin kalau itu teman dekat gue… tapi pas gue lihat Hosoki dan Matsuzaka, tanpa sadar gue lega, meskipun rasanya gak pantes. Tapi, Hosoki kelihatan sakit banget, diajak ngomong apa aja cuma jawab “Oh” atau “Iya”. Setelah itu, jam wali kelas dimulai seperti biasa, tapi ada dua siswa yang belum datang. Dua anak dari klub baseball belum datang. Wali kelas gak bilang apa-apa, tapi kayaknya semua udah tau. Yang jatuh hari ini ya mereka berdua.

  • [28] Hosoki pegang kunci jawabannya! (Prediksi hebat!)
  • [29] ④

[31] Waktu berlalu dalam suasana berat, lalu masuk jam istirahat makan siang. Begitu pelajaran jam ke-4 selesai, wali kelas masuk dan mulai bicara. “Ada yang mau saya sampaikan. Kalian semua mungkin sudah tau, tapi hari ini, dua siswa kelas kita meninggal dunia setelah jatuh dari Jembatan XX.” Ada yang mulai nangis, tapi sebagian besar siswa diam. Kayaknya semua sudah menduga. Tiba-tiba, si anak populer yang cerita soal ritual itu teriak, “Ini kutukan!!” Wali kelas: “Maksudmu apa?” Anak populer: “Aku, ketua kelas, sama dua anak baseball itu main ritual kutukan!! Sehari sebelum ketua kelas meninggal!! Berikutnya pasti aku!!” Wali kelas: “Mana mungkin ada kutukan!?” Anak populer: “Tapi ritualnya berhasil!!” Cewek A: “Hei, jangan ngomong yang enggak-enggak deh!” Cewek B: “Iya tuh! Nyawa itu beneran…” Hosoki: “Kutukan!!!” Hosoki tiba-tiba teriak sambil berdiri. Sekelas langsung hening. Hosoki: “A-aku lihat!! Aku lihat mereka berdua jatuh dari jembatan!! Anak baseball A tiba-tiba kesandung terus hampir jatuh… Anak baseball B coba nolongin tapi malah ikut jatuh!!” Cewek A: “Itu kan cuma kecelakaan!! Kenapa jadi kutukan!!” Hosoki: “Aku lihat!! Pas aku lari ke tempat mereka jatuh terus lihat ke bawah jembatan, ada perempuan di sana!!” Cewek A: “Hah? Ada perempuan di dalam sungai gitu? Hebat banget kamu bisa lihat jelas!?” Hosoki: “Bukan!! Bukan!! Bukan di dalam sungai, tapi melayang!! Tepat di bawah jembatan!! Hantu perempuan!!”

  • [32] Siapa yang mereka kutuk…

[34] Gue inget banget kelas jadi bener-bener hening. Gue bingung banget dan cuma bisa bengong. Wali kelas: “Jangan ngomong ngawur!! Mana mungkin ada hantu!! Hari ini kalian semua pulang!! Tetap di rumah!! Jangan keluar rumah sama sekali!!” Wali kelas marah besar, dan hari itu berakhir begitu saja. Sampai di rumah, ibu gue kaget lihat gue pulang cepat. Pas gue ceritain kejadian hari ini, dia bilang, “Hari ini istirahat aja ya.”

[35] Yah, anggap aja ini cerita bohong yang payah. Gue masuk kamar dan langsung nelpon Hosoki. Ringkasan cerita Hosoki: dia naik sepeda di belakang dua anak baseball itu, jaga jarak. Salah satunya tiba-tiba jatuh dan hampir terlempar dari jembatan. Satunya lagi coba narik, tapi malah ikut jatuh berdua. Hosoki buru-buru mendekat dan lihat ke bawah jembatan, tepat di bawahnya ada perempuan melayang. Hosoki langsung kabur. Gue susah banget percaya. Lagian, jatuh dari sepeda masa sampai terlempar dari jembatan, itu hampir gak mungkin. Waktu itu, gue mikir Hosoki bohong.

[36] Pas mikir Hosoki bohong, entah kenapa gue jadi kesel dan langsung nutup telepon. Selanjutnya gue nelpon Matsuzaka. Gue tanya apa kejadian kali ini kutukan, menurut dia hampir pasti kebetulan. Cuma karena kebetulan orang-orang yang main ritual “Kokkuri-san” meninggal berurutan, cerita kutukan jadi menyebar, tapi ini cuma kebetulan dengan probabilitas yang sangat kecil. Soal hantu yang dilihat Hosoki, katanya itu halusinasi. Kalau lihat dua kenalan jatuh di depan mata, wajar aja kalau lihat satu atau dua halusinasi. Memang sih, kalau lihat kenalan jatuh dari jembatan di depan mata, pasti gak bisa tenang. Kalau dipikir-pikir, gue jadi merasa bersalah udah bersikap dingin ke Hosoki. Berita sore hari itu sedikit menyinggung soal insiden ini.

  • [37] Gue baca kok.
  • [38] Cepetan.

[39] Malam itu ada telepon dari sekolah, katanya besok masuk seperti biasa. Besoknya pas masuk sekolah, di kelas gak ada yang ngobrol. Gak ada juga yang nangis. Pas jam wali kelas, dikasih tau kalau hari itu seharian belajar mandiri. Terus katanya nanti bakal dipanggil satu-satu ke ruang kepala sekolah. Selama belajar mandiri, wakil wali kelas selalu duduk di meja guru, gak ada yang ngomong sepatah kata pun. Selain wali kelas yang datang buat manggil atau siswa yang balik dari panggilan, hampir gak ada suara. Lalu giliran gue dipanggil.

[41] Gue dipanggil ke ruang kepala sekolah. Di sana ada wali kelas, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan dua pria asing. Gue disuruh duduk di kursi kayak lagi wawancara, terus salah satu pria itu memperkenalkan diri. Satunya ternyata wali kota kami. Dibilang gitu, gue baru sadar kayak pernah lihat mukanya. Satunya lagi katanya dokter berpengaruh. Pertama, kepala sekolah minta gue ceritain semua yang gue tau. Gue ceritain semua kejadian sampai sekarang, cerita Hosoki, sekalian gue sampaikan pendapat Matsuzaka (meskipun cuma ngulang omongan dia) kalau Hosoki mungkin lihat halusinasi. Ternyata dokter dan wali kota setuju sama cerita gue (yang ngulang omongan Matsuzaka). Kata dokter, karena teman sekelas meninggal berurutan, mental semua anak kelas jadi lelah. Karena kebetulan yang bertumpuk, cerita “Kokkuri-san” jadi terasa nyata, tapi dia menegaskan kalau kutukan itu gak ada. Katanya sekarang fisik dan mental kami lagi lelah, jadi disuruh istirahat tenang pas Sabtu-Minggu besok. Dengar itu, entah kenapa gue jadi lega banget. Akhirnya bisa yakin kalau ini cuma kebetulan. Wali kota bilang, dia bakal usahain supaya kasus ini gak jadi besar. Katanya kasihan kalau sampai berpengaruh ke ujian masuk universitas tahun depan.

[42] Setelah semua anak kelas selesai dipanggil, suasana kelas jadi sedikit lebih cerah. Kayaknya semua jadi tenang setelah dengar penjelasan dokter dan wali kota. Tapi cuma Hosoki yang masih murung. Kata Matsuzaka, wajar aja kalau dia murung, soalnya dia beneran lihat halusinasi tapi semua orang menyangkalnya, kita harus dukung dia. Matsuzaka ini emang sempurna kecuali tampangnya. Matsuzaka ngajak kami bertiga ngobrol sebentar sebelum pulang. Dipikir-pikir, selama seminggu ini kami bertiga belum sempat ngobrol beneran, jadi kami putuskan buat ngobrol sebentar sebelum pulang. Sepulang sekolah, meskipun disuruh cepat pulang, kami tetap di kelas sambil makan snack dan ngobrol. Snacknya, Matsuzaka bawa banyak banget Happy Turn (※snack Jepang), kami makan bertiga. Obrolannya sengaja dibuat ceria, kayak soal udah lama gak ikut kegiatan klub jadi gawat, atau soal anime. Tapi di tengah obrolan itu, Hosoki mulai bahas soal insiden lagi, “Gue yakin banget lihat itu. Emang halusinasi bisa sejelas itu ya!?”

[45] Gue dan Matsuzaka cuma bisa mengangguk-angguk dengerin Hosoki yang ngomong dengan semangat. Di situ gue merasa ada yang aneh. Di kelas memang cuma ada kami bertiga, tapi kok sepi banget ya? Bukannya seharusnya kedengeran suara dari luar? Kan masih banyak orang di gedung sekolah. Gue lihat sekeliling kelas, dan di tengah kelas, entah sejak kapan, ada perempuan asing berdiri. Gue syok banget sampai gak bisa ngomong. Cuma suara menyedihkan “Ah, ah…” yang keluar dari mulut gue. Kayaknya Matsuzaka dan Hosoki juga sadar ada perempuan itu, tapi mereka berdua membeku. Perempuan itu pakai baju putih dan rok hitam. Kedua matanya letaknya aneh, jauh banget. Dan tangannya panjang banget. Dia natap kami dengan ekspresi kosong.

  • [46] Coba kasih Happy Turn, pasti dia seneng makannya. Semua orang suka Happy Turn kok.
  • [47] Happy Turn emang enak sih.

[48] Gue pengen banget langsung kabur, tapi badan gue gak bisa gerak karena takut. Hosoki sama Matsuzaka juga kayaknya gak bisa gerak. Terus perempuan itu maju selangkah ke arah kami. Saat itu juga, Matsuzaka teriak kencang, “Kabur!!” Suara Matsuzaka bikin badan gue bisa gerak lagi, gue langsung buka jendela sekuat tenaga dan lompat ke balkon. Gue gak sempat nengok gimana nasib Matsuzaka dan Hosoki, gue lari sekuat tenaga menuju tangga darurat. Gue takut setengah mati, gak bisa mikir apa-apa selain lari. Pas udah deket banget sama tangga darurat, gue merasa kaki kiri gue dicengkeram. Gue pikir bakal dibunuh. Gue udah kalut banget kayaknya. Gue pikir gak bakal sempat sampai tangga darurat, jadi gue langsung lompatin pagar balkon. FYI, kami ada di lantai 3. Waktu itu, gue beneran mikir, “Ah, gue bakal mati.” Pas lihat ke bawah, kelihatan atap bangunan prefab yang dipakai buat gudang. Gue mikir kalau bisa mendarat dengan baik di sana… habis itu gue pingsan.

alt text

[49] Gue bangun karena rasa sakit luar biasa di seluruh badan, gue ada di ranjang rumah sakit. Mau bangun tapi sakit banget, dan entah kenapa beberapa bagian tubuh gue diikat ke ranjang, jadi gak bisa gerak sama sekali. Gue teriak, “Ada orang!?”, gak lama suster datang, terus bawa dokter. Dokter lihat kondisi gue, terus lepasin semua alat yang ngikat badan gue ke ranjang. Dokter: “Ini rumah sakit XX. Kamu tau kenapa kamu ada di sini?” Gue: “Karena saya lompat dari balkon sekolah.” Dokter: “Kamu lompat sendiri?” Gue: “Iya.” Dokter: “Kamu berniat mengakhiri hidupmu?” Gue: “Enggak, saya gak ada niat mati.” Dokter: “Syukurlah kalau begitu. Kamu sekarang mengalami memar parah dari leher sampai punggung. Terus tulang jari tangan kirimu patah semua kecuali jempol. Tapi gak ada luka yang mengancam nyawa, dan keduanya bakal sembuh total kok.” Dokter menjelaskan kondisi gue kayak gitu. Sambil dokter jelasin, ibu gue masuk ke kamar sambil nangis. Dia nangis kejer sambil bilang, “Syukurlah, syukurlah.” Gue merasa bersalah banget. Ternyata, gue udah tidur selama 5 hari setelah lompat dari balkon.

[50] Ibu gue gak nyinggung soal kenapa gue lompat. Dia cuma bilang, pokoknya sekarang istirahat aja. Gue bingung sama situasinya, tapi tiba-tiba gue merasa aneh di kaki kiri. Penasaran, gue lihat, dan di pergelangan kaki kiri gue, ada bekas tangan kayak habis dicengkeram kuat banget. Bukan cuma bekas, tapi rasanya kayak lagi dicengkeram saat itu juga. Gue mikir ini gawat kalau gak diapa-apain, terus Matsuzaka datang jenguk. Matsuzaka kelihatan kurus banget, mukanya pucat. Gue tanya ke dia soal kejadian selama 5 hari ini.

[51] Pertama, soal kejadian setelah perempuan itu muncul di kelas. Matsuzaka habis itu lari keluar kelas, lari sekuat tenaga ke ruang guru. Dia juga gak sempat nengok ke belakang. Sampai di ruang guru, dia pokoknya minta tolong guru-guru buat ikut ke kelas. Pas sampai di kelas, Hosoki udah tergeletak gak bernapas. Perempuan itu gak ada di mana-mana. Hosoki langsung dibawa pakai ambulans, tapi dinyatakan meninggal di rumah sakit. Penyebab kematiannya sesak napas. Katanya dia masukin tangannya sendiri ke mulut sampai dalam banget, hal yang mustahil dilakukan. Gue sendiri ditemukan sama siswa yang lagi kegiatan klub, tergeletak di dalam gudang setelah nembus atap gudangnya. Gue habis itu dibawa pakai ambulans, katanya gue sempat sadar di rumah sakit meskipun gak inget. Waktu itu gue ngamuk banget, coba masukin tangan gue sendiri ke mulut, tapi disuntik obat penenang terus tidur sampai sekarang.

[52] Setelah itu, sekolah diliburkan sementara. Gue lompat itu hari Jumat sore, hari Seninnya katanya ada pertemuan orang tua di kelas yang dihadiri wali kota juga. Pihak sekolah jelasin kalau gak ada fakta bullying, dan insiden kali ini adalah kecelakaan. Terus, katanya kasus ini gak akan dibesar-besarkan atas permintaan kuat dari orang tua Hosoki. Soal kasus Hosoki, jawabannya cuma “masih dalam penyelidikan”. Soal gue lompat juga katanya “masih dalam penyelidikan”. Ibu gue katanya sempat tanya soal kutukan, tapi pihak sekolah bilang gak akan mempertimbangkan hal-hal mistis. Hari Selasa sekolah dibuka lagi, tapi kelas kami katanya hampir semua siswanya gak masuk. Terus Selasa pagi, wali kelas ditemukan meninggal di rumahnya. Katanya dia depresi berat. Bunuh diri. Dan hari ini, Rabu pagi, istri wali kelas datang ke sekolah. Dia masuk sampai ke kelas, nangis-nangis sambil teriak, “Balikin suami saya!”. Kejadian ini sampai melibatkan polisi, jadi hari ini juga dipulangkan lebih awal. Dengar informasi yang gak pengen gue dengar semua, gue jadi bingung dan nangis kejer.

  • [53] Gue baca kok.
  • [54] Gue baca kok~.
  • [59] Lumayan seru.
  • [61] Lanjutannya mana nih~.
  • [62] Seru. Jadi penasaran lanjutannya gak bisa tidur!

[63] Gue (>>1) nih. Kemarin ketiduran. Nanti sore gue balik lagi buat lanjut nulis. Terus, soal pertanyaan, nanti gue jawab semua setelah selesai nulis ya. Oh iya, soal kasus dua anak baseball jatuh dari jembatan, kasus Hosoki, sama kasus istri wali kelas ngamuk di sekolah itu, meskipun gak besar, sempat diberitakan di TV lokal dan koran. Gue juga gak diceritain detailnya sih, tapi kayaknya mulai dari pertengahan, wali kota dan polisi ikut campur, terus mereka berusaha supaya kasusnya gak jadi besar, jadi mungkin gak terlalu diberitakan luas.

[77] Waduh, kok kayaknya bakal ketahuan identitas gue ya? Gue lanjutin sambil sedikit diubah ceritanya ya. Setelah itu, gue dirawat di rumah sakit selama tiga hari lagi sampai hari Sabtu berikutnya. Selama itu, banyak orang yang jenguk. Pertama, ayah gue. Begitu lihat muka gue, dia langsung marah, “Kenapa kamu lompat segala!!” Gue jelasin detail kejadian sebenarnya, tapi ayah gue kayaknya gak percaya. Kayaknya dia mikir gue di-bully dan diancam sama pelaku bully supaya tutup mulut. Akhirnya dia marah, “Jangan pernah lagi bikin ibumu nangis!” Selanjutnya, wakil wali kelas dan wakil kepala sekolah. Mereka nanya soal situasi waktu itu, gue ceritain hal yang sama kayak ke ayah gue. Terus, wakil kepala sekolah ceritain kondisi sekolah sekarang. Isinya kurang lebih sama kayak yang diceritain Matsuzaka, tapi di sini gue baru tau kalau pas pertemuan orang tua, ayah gue ngamuk-ngamuk. Terus ada orang dari kepolisian, kepala sekolah, dan orang dari dinas pendidikan. Di sini intinya konfirmasi kalau gak ada bullying dan penjelasan situasi waktu itu. Katanya kalau perempuan yang kami lihat itu orang mencurigakan, berarti ini kasus kriminal, tapi dikasih tau kalau dia gak terekam kamera di pintu masuk/keluar sekolah. Terus, katanya kasus ini gak akan dibesar-besarkan, jadi diminta jangan terlalu bikin heboh. Terus orang tua dan adik laki-laki Hosoki. Gue nangis kejer pas mereka bilang, “Makasih ya sudah mau jadi teman anak kami.” Terakhir, gue janji gak akan pernah lupain Hosoki. Selain itu ada teman-teman dan kerabat lain yang jenguk, tapi gue skip aja di sini.

[78] Setelah itu, selama gue dirawat, berbagai informasi masuk. Kelas kami diliburkan (kelas ditutup sementara) dan rencananya baru mulai lagi hari Senin depan. Salah satu siswi kelas jadi gak stabil mentalnya, sampai kirim email massal berisi foto dia lagi nyayat pergelangan tangan (list cut). Di grup email kelas, banyak beredar info soal penampakan hantu perempuan. Tapi, semua kesaksian penampakan itu beda sama perempuan yang kami lihat, jadi Matsuzaka bilang itu mungkin bohong atau mereka salah lihat sesuatu yang mirip. Tapi, karena gue dan Matsuzaka udah lihat sendiri, kami gak bisa bilang itu halusinasi. Matsuzaka bilang, dia bakal coba cari cara buat ngatasinnya sebisa mungkin sebagai orang awam, dengan asumsi lawannya makhluk gaib.

  • [79] Matsuzaka, berguna banget ya.
  • [80] Berikutnya Matsuzaka yang…

[81] Di tengah situasi itu, masuk kabar kalau salah satu siswi udah didoain/dibersihin (oharai). Katanya bayar mahal banget, tapi setelah selesai didoain, badannya jadi enteng. Gue waktu itu masih ada bekas tangan di kaki kiri, mental gue udah drop banget. Masalah uang sih nanti dulu, tapi rasanya udah pengen pegangan sama apa aja, jadi gue coba telepon kuil tempat siswi itu didoain.

Kuil (神社 – Jinja): Fasilitas untuk memuja dewa-dewi Shinto. Pengunjung biasanya melempar koin persembahan, menyatukan tangan, dan berdoa. Ritual pembersihan (oharai) dan doa permohonan (kitō) juga dilakukan di sini.

[81] Teleponnya nyambung, tapi katanya sekarang gak bisa ngadain ritual pembersihan. Katanya gak lama setelah ngedoain siswi itu, pendetanya (kannushi) kecelakaan motor sampai luka parah dan dirawat di rumah sakit.

Pendeta Shinto (神主 – Kannushi): Pemuka agama yang melayani di kuil Shinto, bertanggung jawab atas ritual dan pengelolaan kuil.

[81] Katanya sih gak mengancam nyawa, tapi untuk sementara gak bisa gerak.

[82] Hari Sabtu gue boleh pulang. Punggung sama leher masih sakit sih, tangan kiri juga masih diperban tebel, tapi udah bisa jalan normal jadi katanya gak apa-apa kalau masuk sekolah. Setelah lama akhirnya pulang ke rumah, gue buka HP, ada email massal dari si anak populer yang pertama kali nyeletuk “kutukan!” itu, dikirim ke semua teman sekelas. Isinya detail soal ritual yang mereka lakuin. Oh iya, si anak populer ini, sejak hari kami lihat perempuan itu, gak pernah masuk sekolah lagi. Detail ritualnya gak akan gue tulis semua, tapi singkatnya, itu semacam ritual varian dari “Kokkuri-san”. Bedanya sama “Kokkuri-san”, ini ritual pemanggilan arwah tapi yang dipanggil itu “Dewa”. Terus, bukan buat ramalan, tapi ritual buat minta keinginan dikabulkan sama Dewa yang dipanggil. Pertama, di tahap manggil Dewa, mereka baca puisi pemanggil Dewa sambil persembahin arak (sake). Setelah itu, sebutin keinginan, dan sebagai gantinya harus bayar tumbal. Tumbalnya katanya boleh apa aja, tapi semakin berharga tumbalnya, semakin besar kemungkinan keinginan terkabul. Nah, tumbal yang mereka persembahin kali ini, ternyata “jiwa ketua kelas”. Awalnya cuma main-main, katanya gak ada yang nyangka bakal berhasil. Terus keinginan yang diminta si anak populer ini adalah, “kehidupan sekolah yang seru dan gak membosankan”. Katanya kalau ritualnya berhasil, api lilin yang dinyalain bakal padam. Dan pas dia sebutin keinginannya, meskipun gak ada angin, apinya langsung padam.

alt text
  • [83] Gue baca kok.

[84] Gue mau keluar sebentar, nanti balik lagi.

  • [85] TS (>>84), jangan mati ya…
  • [89] Wah, kayak cerita beneran ya… Ngasih jiwa sebagai tumbal itu yang paling parah. Waktu pengambilannya tergantung kontrak sih, tapi kalau gak ditentuin batas waktunya dan langsung diambil, itu bukan main-main loh.
  • [90] >>89 Gue kira kontrak kayak gini biasanya sama iblis.
  • [91] >>90 Ritual Dewa itu butuh tumbal yang besar banget, jadi manggilnya aja udah bahaya banget, masa ngasih jiwa sebagai tumbal bisa aman. Anggap aja ini cerita bohong (mancing), tapi jangan pernah dicoba. Kontrak itu sendiri bisa dilakuin siapa aja. Kalau niat, sesama manusia pun bisa.

[92] Udah balik. Besok kerja pagi, jadi hari ini gue tulis sebisanya. Setelah email itu datang, langsung terjadi perang email massal. Ada yang ngecam keras si anak populer, ada yang coba belain, ada yang nanya-nanya terus, pokoknya kacau banget. Alasan si anak populer, katanya “kehidupan sekolah yang seru dan gak membosankan” itu maksudnya bayangin kehidupan sekolah yang penuh acara seru ala青春 (masa muda), hari-harinya menyenangkan. Tapi kenyataannya, kehidupan sekolah yang seru itu malah datang dalam bentuk yang paling buruk. Di antara email-email itu, muncul pendapat kuat kalau insiden ini terjadi berpusat pada si anak populer yang minta keinginan itu, jadi kalau si anak populer ini gak ada, semua bakal selamat. Intinya, kalau si anak populer pindah sekolah atau menghilang, mungkin semua bakal selamat. Ada juga suara yang coba belain si anak populer, tapi pada dasarnya semua nyalahin dia. Di situ, salah satu teman sekelas ngusulin, “Kalau ngobrol di email terus gak bakal selesai. Gimana kalau kita ngumpul semua sekali?” Semua setuju sama usulan itu, dan kami sepakat buat ngumpul di sekolah besok harinya.

[93] Pas suasana email udah agak tenang, gue hubungi Matsuzaka. Gue tanya apa udah ada cara ngatasinnya, dia bilang semakin dia cari tau, semakin dia merasa ini gak mungkin diatasi sama orang awam, jadi dia pikir cara terbaik memang minta tolong ahli di bidangnya buat ngusir roh jahat (jorei).

Pengusiran Roh Jahat (除霊 – Jorei): Ritual keagamaan untuk mengusir roh jahat atau hal-hal najis.

[93] Dia udah kerjasama sama orang tuanya, nelponin semua tempat yang kelihatannya bisa ngelakuin pengusiran roh jahat, tapi katanya hampir semua nolak. Soalnya kabar soal pendeta kuil yang ngedoain siswi itu luka parah udah menyebar. Ada sih beberapa tempat yang mau dengerin ceritanya aja, tapi pas diceritain soal ritual si anak populer, hampir semuanya langsung nolak. Ada juga yang bilang “Serahkan pada kami”, tapi biayanya mahal banget dan kayaknya penipuan, jadi gak jadi. Tapi, Matsuzaka bilang bukan berarti gak ada cara sama sekali. Gue tanya maksudnya apa, tapi katanya dia bakal jelasin besok di depan semua orang. Setelah itu, dia ngomongin hal yang sangat gak enak didengar. Kenapa di antara sekian banyak teman sekelas, perempuan itu muncul di depan kami pada hari Jumat? Kemungkinan besar, karena Hosoki lihat perempuan itu pas dua anak baseball jatuh, jadi perempuan itu muncul di tempat kami yang ada Hosokinya. Kalau memang perempuan itu muncul di tempat orang yang terakhir kali melihatnya, berarti berikutnya kemungkinan besar bakal muncul di tempat gue atau Matsuzaka. Matsuzaka bilang gitu. Tentu aja, kami gak tau prinsip kerja perempuan itu gimana. Cuma, dari hari Jumat sampai hari ini, terjadi hal-hal yang gak berhubungan sama perempuan itu, kayak wali kelas meninggal atau istrinya datang ke sekolah, hal-hal yang “seru” buat si anak populer, jadi mungkin karena itu perempuan itu gak muncul. Kalau dipikir-pikir, kalau kejadian seru buat si anak populer berhenti, mungkin perempuan itu bakal muncul di bawah kami buat ngasih keseruan ke si anak populer.

[94] Omongan Matsuzaka meyakinkan banget. Gue pikir, kalau gitu kan tinggal bikin si anak populer terus-terusan ngalamin kejadian seru aja. Tapi katanya ngasih stimulus selevel kematian orang terus-terusan itu gak mungkin. Dengan perasaan gak terima, gue selesai teleponan sama Matsuzaka, dan malam itu gue mikirin cara sendiri. Pertama, pengusiran roh jahat, semua tempat udah nolak, gak bisa minta tolong siapa-siapa. Ngasih stimulus ke si anak populer terus-terusan juga gak realistis. Cara paling gampang ya si anak populer pindah sekolah. Tapi, si anak populer bilang di email “gak bisa pindah sekolah”. Selama si anak populer masih terdaftar di kelas kami, perempuan itu bakal muncul terus. Kalau gitu, ya udah si anak populer mati aja. Gara-gara keisengan mereka, Hosoki yang gak ada hubungan apa-apa dan wali kelas meninggal, gue sama Matsuzaka juga kena sial banget. Gue pikir dia pantes dibunuh.

[95] Gue gak bisa tidur sama sekali sampai pagi, hari H buat ngumpul bareng tiba. Karena luka gue belum sembuh total, gue diantar ke sekolah pakai mobil orang tua. Orang tua gue khawatir, jadi katanya mereka bakal nunggu di parkiran sekolah sampai diskusinya selesai. Hari itu kami gak pakai kelas, tapi sekolah minjemin ruang rapat. Karena lagi libur kelas, sebenarnya gak boleh datang ke sekolah, tapi kepala sekolah kasih izin khusus. Pas gue sampai di ruang rapat, udah banyak banget yang datang, semua pada khawatirin gue. Matsuzaka juga udah datang, lagi ngobrol sama teman sekelas lain. Katanya biar aman selama diskusi, satu guru bakal nunggu di lorong depan ruang rapat. Terus pas jam kumpul yang dijanjikan tiba, diskusi dimulai. Hari itu hampir semua teman sekelas hadir, tapi katanya siswi yang udah didoain itu gak datang. Dan, si anak populer belum datang.

[96] Udah ngantuk, jadi sampai sini dulu ya. Besok malam kalau bisa, gue balik lagi buat lanjut nulis.

  • [97] Eh, cepet banget. Makasih ya udah nulis.
  • [98] Penasaran lanjutannya.
  • [99] Di kuil Shinto gak ada biksu (jūshoku) loh. (※Maksudnya pendeta Shinto/kannushi?)
  • [100] >>99 Iya ya, mungkin maksudnya pendeta Shinto (kannushi).
  • [108] Udah lama gak nemu thread yang bikin pengen baca sampai akhir meskipun mungkin bohong (mancing).
  • [109] Kapan lanjutannya nih~.
  • [110] >>108 Sama. Rela dibohongin setengah tahun juga gak apa-apa.

[111] Gue (>>1) nih. Hari ini gue tulis lagi sebisanya. Mulai dari pas diskusi dimulai. Diskusi dipimpin sama cowok yang jadi anggota OSIS atau apalah gitu, yang ngusulin “ayo ngumpul bareng”. Tentu aja bukan nama asli, tapi di sini kita panggil aja Takagi. Begitu diskusi dimulai, langsung jadi ajang ngeluhin si anak populer. “Kenapa dia gak datang?” “Sumber masalahnya bolos gini mana bisa mulai apa-apa.” “Lagian, kalau dia mati kan semua beres? Mending mati aja beneran deh dia.” Ucapan kayak gitu terus-terusan keluar. Takagi kayaknya sadar kalau ini bakal gak terkendali, jadi dia teriak. “Kita ngumpul hari ini bukan buat apa-apa, tapi buat diskusi gimana caranya melindungi diri kita ke depannya! Gue ngerti kalian benci sama si anak populer, dan gue juga gak terima teman sekelas dan wali kelas kita meninggal cuma gara-gara keisengan konyol. Tapi, ngeluhin si anak populer terus juga gak bakal ngubah apa-apa. Selama kejadian konyol ini masih berlangsung, sekarang kita fokus cari solusi.” Jujur gue gak terlalu inget persis omongannya, tapi Takagi ngomong kayak gitu. Terus salah satu cowok angkat tangan dan bilang, “Kalau kita semua di sini bunuh si anak populer kan beres? Kita semua kompak bohong aja.” Dari kelas muncul dua pendapat, ada yang setuju sama cowok ini, bilang “Dia pantes mati. Mending habisin dia sebelum ada korban lagi.” Ada juga yang nentang pembunuhan, meskipun gak belain si anak populer, “Segimanapun bencinya, bunuh itu gak boleh. Gak usah dibunuh, suruh pindah sekolah atau keluar aja kan bisa.” Takagi berhasil nenangin suasana, “Memang kemungkinan besar masalah bakal selesai kalau si anak populer gak ada. Tapi, bunuh dia itu risikonya terlalu tinggi. Segimanapun kompaknya bohong, pasti bakal ada celah. Untuk sementara, kita anggap ini salah satu solusi, tapi coba kita cari cara yang lebih damai.”

[112] Pendapat lain yang muncul antara lain: minta tolong pihak sekolah buat ngeluarin si anak populer, cari orang yang bisa ngusir roh jahat bareng-bareng, terus-terusan ngasih stimulus ke si anak populer, siapin cara ngelawan si perempuan sendiri-sendiri dan jaga diri masing-masing. Nah, di antara pilihan ini mana yang terbaik, pas Takagi bilang gitu, Matsuzaka berdiri. “Perempuan yang kita lihat itu kan Dewa ya? Gak tau Dewa apa, tapi katanya kalau dikasih tumbal bakal ngabulin permintaan. Kalau gitu, panggil aja lagi perempuannya terus minta ‘kehidupan sekolah yang membosankan dan biasa-biasa aja’, gimana?” katanya.

[114] Semua teman sekelas langsung “Hah?” gitu lihatin Matsuzaka. Terus Matsuzaka mulai jelasin ke semua orang. Ringkasan penjelasan Matsuzaka: Pertama soal ide bunuh si anak populer. Seperti kata Takagi, kemungkinan ketahuan tinggi. Kalau ketahuan, bukan cuma gagal ujian masuk universitas, tapi hidup semua orang di sini bisa hancur berantakan. Jadi gak realistis. Berikutnya ide ngeluarin si anak populer. Minta tolong sekolah bakal susah. Memang kejadiannya nyata, tapi ngeluarin siswa karena alasan mistis gini pasti susah buat sekolah. Kalau gitu, lebih realistis kalau kita bully dia bareng-bareng sampai dia keluar sendiri. Tapi, kita gak punya waktu buat nge-bully si anak populer sampai dia keluar. Kalau begini terus, hari ini atau besok perempuan itu bakal muncul lagi dan ada korban lagi. Kalau ada korban lagi terus kelas diliburkan lagi, nge-bullynya juga gak jalan. Perlu solusi cepat. Soal ide cari orang yang bisa ngusir roh jahat. Dia udah coba hubungi semua tempat yang mungkin bisa, tapi ditolak semua. Katanya jumlahnya lebih dari 200 tempat. Kalaupun sekarang cari lagi dan ketemu, pas itu korban udah nambah. Dan butuh uang. Gak semua orang tua percaya sama keberadaan perempuan itu, jadi cara ini gak bakal bisa nyelametin semua orang.

[115] Soal ide ngasih stimulus ke si anak populer terus-terusan. Seperti yang udah dijelasin ke gue sebelumnya, secara fisik susah. Gak tau juga seberapa besar stimulus yang dibutuhkan supaya perempuan itu gak muncul. Kalau misalnya stimulusnya harus selevel “kematian orang terdekat di lingkungan kelas”, jelas gak mungkin ngasih stimulus kayak gitu terus-terusan. Terakhir soal ide siapin cara sendiri-sendiri. Apa ada satu orang pun di sini yang tau cara efektif? Mau pasang garam pengusir setan (morijio)?

Garam Pengusir Setan (盛り塩 – Morijio): Tradisi Jepang menumpuk garam membentuk kerucut atau piramida segi delapan dan meletakkannya di depan pintu masuk atau sudut ruangan. Dipercaya memiliki makna mengusir kesialan atau membawa keberuntungan.

[115] Melawan makhluk yang bisa bunuh orang dengan mudah? Kemungkinan besar perlawanan dari anak SMA yang gak pernah latihan apa-apa gak bakal ada gunanya. Kalau pakai metode eliminasi, ide ngeluarin si anak populer yang paling mungkin, tapi kalaupun dia keluar, gak bisa dipastikan juga perempuan itu bakal berhenti muncul. Lagipula, cerita kalau insiden ini berpusat pada si anak populer itu cuma hipotesis. Di keinginan si anak populer gak ada frasa “buat diriku sendiri”, jadi gak aneh kalau ini jadi kehidupan sekolah yang seru “buat semua anak kelas”. Faktanya, semua teman sekelas memang terus-terusan dapat stimulus terburuk.

[116] Terus gimana dong? Kalau gitu, ya minta aja keinginannya dibatalin. Panggil lagi perempuannya, terus batalin keinginannya. Kalau ini berhasil, kehidupan sekolah yang damai bakal kembali, katanya. Tapi, di kelas ada yang bilang “Oh, gitu ya,” ada juga yang bilang “Gak mungkin lah.” Takagi tanya, “Gimana cara manggilnya?” Matsuzaka jawab, “Kita semua lakuin ritualnya lagi.” Ada yang berpendapat, “Kalaupun ritualnya berhasil, belum tentu Dewa perempuan itu yang datang. Kalau manggil Dewa lain gimana?” Matsuzaka jawab, “Ya minta tolong Dewa itu buat ngusir si perempuan.” Di sini gue juga tanya hal yang bikin gue penasaran. “Gimana cara bedain Dewa yang datang itu si perempuan atau bukan?” “Itu tugas lo buat bedain,” jawabnya. Jujur gue bingung, tapi ada hal yang masuk akal. Bekas tangan perempuan di kaki kiri gue. “Lo itu dalam arti tertentu sekarang terhubung sama perempuan itu. Kalau perempuan itu muncul, kemungkinan besar bakal ada perubahan di bekas tangan itu. Emang gak pasti banget sih, tapi ini cara yang paling gampang dikenali, kan?” Jujur gue gak yakin, tapi kalau memang mau pakai cara ini, gue jawab bakal coba. Pas Matsuzaka lagi jelasin kayak gitu, pintu ruang rapat kebuka. Yang masuk si anak populer.

  • [117] Biarin bohong (mancing) juga gak apa-apa, penasaran lanjutannya.

[118] Si anak populer bilang “Maaf telat” dengan suara yang hampir gak kedengeran. Langsung dari berbagai sudut kelas keluar caci maki. Terus salah satu siswa cowok jalan ke depan si anak populer, terus nonjok muka si anak populer keras banget pakai kepalan tangan. Si anak populer mental dan jatuh, terus cowok lain nendangin dia berkali-kali sambil ngumpat. Guru yang nunggu di lorong langsung lari masuk dan nahan siswa cowok itu. Si anak populer gak ngomong apa-apa, cuma nangis sesenggukan. Guru nanya “Kamu gak apa-apa?” sambil bantuin si anak populer berdiri, gue inget banget ada yang nyeletuk, “Gak usah kasihan sama dia.” Si anak populer nangis sambil bilang “Tolong,” tapi siswa lain pada bilang, “Yang butuh ditolong itu kita.” “Ngapain sok jadi korban sih, udah bunuh 5 orang juga.” Pas guru mau marah, “Kalian ini ya!”, Takagi teriak, “Pak Guru, katanya si anak populer ada yang mau diomongin!”

[119] Si anak populer nepis tangan guru terus jalan ke tengah ruang rapat. Dia nangis kejer sambil buka mulut tapi kayaknya gak bisa ngomong. Selama itu, dari sekelilingnya terus kedengeran kata-kata kejam, “Yang pengen nangis itu kita.” “Kalau ada yang mau diomongin cepetan ngomong, dasar sampah.” Gue agak kasihan sama si anak populer. Memang sih dia udah ngelakuin hal separah itu. Si anak populer berlutut dan sujud (dogeza).

Sujud (土下座 – Dogeza): Tata krama tradisional Jepang dengan berlutut langsung di tanah dan menempelkan dahi ke tanah untuk menunjukkan permintaan maaf atau permohonan. Digunakan saat menunjukkan permintaan maaf yang sangat dalam atau keinginan yang kuat.

[119] Sambil nangis dia berkali-kali minta maaf, “Maafkan aku.” Katanya dia gak bermaksud bikin semua orang jadi begini. Dia nyesel banget udah ngelakuin hal konyol itu cuma karena iseng. Katanya dia gak punya muka buat ketemu teman sekelas dan wali kelas yang udah meninggal. Tatapan mata ke si anak populer masih dingin, tapi di antara siswi ada juga yang bilang, “Udah lah, udah kejadian juga, ayo kita pikirin cara ngatasinnya bareng-bareng.” Gue sama sekali gak bisa maafin si anak populer. Tapi waktu itu gue kasihan sama dia yang ternyata gak punya niat jahat.

[120] Akhirnya, entah gimana, mereka berhenti nyalahin si anak populer dan diskusi dilanjutin. Kami bilang ke guru, “Udah gak apa-apa, Pak,” dan minta dia balik ke lorong. Diskusi sih bilangnya, tapi isinya penjelasan Matsuzaka. Kalaupun ritualnya dilakuin dan perempuan itu datang, apa dia bakal segampang itu mau narik kembali keinginannya? Soal itu, Matsuzaka juga bilang kalau cuma bilang “Tolong dibatalin” kemungkinannya kecil. Kalau gitu, ya bayar aja tumbal yang setimpal lagi. Kasih aja biaya pembatalan yang bisa bikin perempuan itu puas, kata Matsuzaka. Gue mikir emang bisa ya ngomong kayak gitu sama Dewa, tapi teman sekelas pada setuju. Mungkin susah tergambar lewat tulisan, tapi penjelasan Matsuzaka itu entah kenapa meyakinkan banget. Isi omongannya mistis banget, tapi cara bicara dan pola pikirnya logis, mungkin karena itu. Suasana kelas udah hampir bulat mau ngelakuin ritual.

  • [121] Ohh.

[124] Tapi, tumbal paling pentingnya mau apa masih belum diputuskan. Si anak populer bilang, “Jiwa gue aja gak apa-apa,” tapi langsung ditolak mentah-mentah sama Matsuzaka. Kalaupun jiwa si anak populer jadi tumbal dan kehidupan damai kembali, gak mungkin si anak populer yang jiwanya diambil bisa baik-baik aja. Kalau si anak populer mati di situ, itu udah bukan kehidupan damai lagi. Kalau gitu, Dewa jadi gak bisa nepatin janji “kehidupan sekolah yang damai”. Gak kebayang apa yang bakal terjadi kalau udah gitu, jadi katanya setidaknya semua teman sekelas yang ada di sini harus lulus dalam keadaan hidup. Tapi, sesuatu yang berharga selevel jiwa itu susah. Karena ini biaya pembatalan, mungkin gak harus sampai jiwa, kata Matsuzaka, tapi di saat yang sama dia juga bilang kalau mau lebih pasti, lebih baik sesuatu yang berharga. Di situ Matsuzaka ngasih usulan gila.

[125] Tadinya mau nulis semua hari ini, tapi kayaknya udah gak kuat nahan ngantuk. Gue balik lagi besok malam atau lusa malam buat lanjut nulis ya.

  • [127] Nanggung banget berhentinya… Biarpun bohong (mancing), ceritanya gak ketebak. Apa ya yang lebih penting dari nyawa.
  • [128] Penasaran.
  • [129] Thread paling seru saat ini.
  • [130] Seru.
  • [131] >>124 Prediksi gue, semua tinggal kelas sekali! ‘Kami persembahkan kelulusan tahun ini!’ kayaknya pas deh. ‘Bulu kemaluan semua orang’ juga boleh sih.
  • [132] >>131 Mana ada Dewa yang seneng dikasih bulu kemaluan semua orang.
  • [134] Roh perempuan ini sekarang dibilang “Dewa”, tapi kalau lihat judul thread, dia sebenarnya bukan Dewa tapi “Roh Jahat” kan.
  • [135] >>134 Enggak, yang dipanggil pas ritual itu beneran Dewa, terus perempuan ini cuma salah satu dari banyak roh jahat yang dikirim buat ngasih keseruan ke kelas sesuai janji, gimana teori ini?
  • [136] >>135 Kalau gitu, negosiasi yang mau mereka lakuin sama roh perempuan itu sekarang jadi sia-sia dong.
  • [139] >>136 Ini spoiler parah.
  • [140] >>136 Tapi, ini kan cerita masa lalu, bukan sekarang?
  • [144] TS (>>1), gue tungguin.
  • [145] Udah lama gak nemu thread seru. Semoga TS (>>1) kuat nulis sampai akhir.
  • [146] Udah nyusul bacanya. Penasaran lanjutannya.

[151] Gue (>>1) nih. Hari ini juga gak banyak waktu, jadi gue tulis sebisanya. Usulan Matsuzaka adalah, kita patungan bayar tumbal pakai 100 tahun umur kita sekelas. Gue agak ngerti sih maksud Matsuzaka, tapi kurang nangkep. Usulan Matsuzaka, 31 teman sekelas yang ada di sini masing-masing nyerahin 3 tahun umurnya. Tapi, biar semua納得 (puas/setuju), si anak populer bayar tumbalnya lebih banyak, dia nyerahin 10 tahun umurnya. 30 orang total 90 tahun, ditambah si anak populer 10 tahun. Total 100 tahun umur kita jadi tumbalnya. Umur mungkin levelnya di bawah jiwa, tapi buat biaya pembatalan kayaknya cukup, kata Matsuzaka. Misalnya gue harusnya hidup sampai 100 tahun, tapi jadinya meninggal di umur 97 tahun, gitu contohnya. Dibilang gitu, kedengarannya ide bagus. Kalau ini berhasil, hampir pasti kita bisa lewatin masa sekolah sampai lulus tanpa ada korban lagi. Lagian, buat kami anak SMA, tiga tahun di masa tua itu gak kebayang, jadi semua anak kelas setuju sama ide ini.

alt text
  • [152] >>151 Makasih udah nulis. Gue tungguin loh!

[153] Kalau udah diputuskan begitu, kami langsung mulai siapin ritualnya. Ada siswi kelas yang anak pemilik toko minuman keras, jadi disuruh siapin arak terbaik. Takagi sama beberapa cowok lain ditugasin beli lilin dan korek api panjang (chakaman) yang dibutuhin buat ritual. Sisa anggota lain, di bawah arahan si anak populer, bikin tabel aksara Jepang (gojūonhyō) khusus yang dibutuhin buat ritual.

Tabel Aksara Jepang (五十音表 – Gojūonhyō): Tabel yang menyusun huruf kana Jepang (hiragana, katakana) berdasarkan vokal dan konsonan. Kadang digunakan sebagai papan huruf dalam ritual seperti Kokkuri-san.

[153] Begitu persiapan selesai, diputuskan ritualnya bakal dilakuin di ruang rapat. Kelas sempat bubar sebentar, masing-masing siapin tugasnya. Gue tetap di ruang rapat lihatin pembuatan tabel aksara. Mau bantu tapi tangan kiri gue hampir gak bisa dipakai, jadi gue cuma duduk di kursi dekat situ sambil lihatin. Pas gue lagi bengong lihatin mereka kerja, pergelangan kaki kiri gue sakit banget. Gue spontan ngeluh “Ugh!” terus lihat kaki gue, ada tangan putih pucat nongol dari bawah kursi, nyengkeram pergelangan kaki kiri gue erat banget.

  • [155] Ini udah klimaks atau masih ada plot twist lagi ya.

[156] Gue masih inget banget rasanya darah gue surut dari seluruh badan. Gue saking takutnya gak bisa nengok ke belakang, tapi gue yakin banget di belakang gue ada perempuan itu. Saking takutnya gue gak bisa teriak, mulut gue cuma komat-kamit “ua… u…” gitu. Terus salah satu siswi lihat ke arah gue dan teriak histeris. Dari teriakan itu, kelas jadi panik. Gue gak bisa nengok ke belakang, cuma bisa lihatin teman sekelas yang kacau balau. Ada yang coba kabur, ada yang lemes sampai jatuh terduduk, bahkan Matsuzaka pun bingung harus gimana dan cuma bisa membeku. Di tengah kekacauan itu, terdengar suara siswi yang keras banget dan jelas. “Gue benci banget sama lo!! Mati aja lo!!” Siswi itu ngomong gitu sambil nonjok si anak populer keras banget pakai kepalan tangan. Seketika suasana jadi hening. Yang nonjok si anak populer itu siswi berkacamata dari kelompok yang biasa aja. Tindakan tiba-tiba dari dia yang biasanya pendiam dan suaranya kecil bikin semua orang kaget. Si anak populer buka mulut mau ngomong sesuatu, tapi sebelum sempat ngomong, dia ditonjok lagi sambil diteriakin “Berisik!!”. Suasana di ruang rapat membeku. Perempuan itu udah hilang entah ke mana.

[157] Gak tau apakah ini dianggap stimulus buat si anak populer atau stimulus buat sekelas. Tapi, yang jelas tindakan siswi ini ngasih stimulus ke semua orang, dan hasilnya perempuan itu hilang. Di tengah kebingungan dan semua orang masih membeku, Matsuzaka teriak, “Cepetan siapin!!” Gak sampai 10 menit dari situ, semua teman sekelas yang tadi keluar udah balik, dan ritual langsung dimulai. Yang ikut ritualnya si anak populer, Matsuzaka, Takagi, dan gue. Anggota lain nunggu di dalam ruang rapat yang sama. Si anak populer yang pimpin ritualnya. Matsuzaka sama gue dipilih karena katanya hubungan kami sama perempuan itu kuat. Kalau kami yang hubungannya kuat ikut, kemungkinan manggil perempuan itu bisa lebih tinggi. Takagi cuma buat nggenapin jumlah orang.

[159] Dan ritual dimulai. Lilin yang disiapin dinyalain. Si anak populer persembahin arak sambil baca puisi pemanggil perempuan itu. Dia ulang-ulang terus bait puisi yang sama sampai perempuannya datang. Tapi, gue gak ngerasain perubahan apa-apa di kaki kiri gue. Sekitar 10 menit berlalu, tiba-tiba gue merasa udara di sekitar jadi berat. Kayaknya bukan cuma gue, semua yang ada di situ juga ngerasain, mereka semua lihat ke arah gue. Tapi, gak ada perubahan apa-apa di kaki kiri gue. Lagian, belum tentu juga kalau perempuan itu datang bakal ada perubahan di kaki gue, tapi semua orang merasa ada sesuatu selain manusia di tempat itu. Gue kasih tau ke yang lain, “Gak tau ini si perempuan atau bukan.”

[160] Tapi, mau yang datang si perempuan atau Dewa lain, yang diminta tetap sama, “kehidupan sekolah yang biasa-biasa aja”. Rencananya memang udah gitu, jadi semua tetap tenang dan ritual dilanjutin. Si anak populer minta “kehidupan sekolah yang biasa-biasa aja”, dan sebagai tumbalnya dia persembahin “umur si anak populer 10 tahun dan umur 30 orang yang ada di sini masing-masing 3 tahun, total 100 tahun umur”. Kalau ritualnya berhasil, seharusnya api lilinnya padam. Tapi, lilinnya malah patah meskipun apinya masih nyala.

[161] Apa yang terjadi, kenapa lilinnya bisa patah padahal gak ada angin. Macam-macam pikiran muncul di kepala gue, tapi gak bisa fokus. Sebelum sempat mikir, terdengar teriakan yang luar biasa keras, dan di tengah ruang rapat muncul perempuan itu. Tapi penampilannya beda dari sebelumnya. Kepalanya berdarah, bajunya juga ada bercak merah di mana-mana. Perempuan itu teriak “GYAAAAAAAHHHHHHHHH” sambil ngepak-ngepakin tangannya yang panjang banget. Matanya merah melotot sambil teriak, pemandangan itu kadang masih muncul di mimpi gue. Perempuan itu kayak lagi meronta-ronta, terus tiba-tiba dia jatuh nembus lantai, seolah-olah lantainya gak ada di situ. Susah dijelasin pakai tulisan, tapi dia kayak kesedot masuk ke lantai. Pas gue sadar, api lilin yang tadi patah tapi masih nyala itu udah padam. Kayaknya ritualnya berhasil.

alt text

Mulai dari sini cerita setelah kejadian.

[162] Setelah ini, karena kami gak yakin apakah pengusiran roh jahatnya berhasil, kami pergi ke kuil Shinto yang lumayan besar di kota. Kami ceritain semua kejadian ini ke pendetanya (kannushi), dan beberapa pertanyaan kami terjawab. Pertama soal perempuan yang dipanggil si anak populer pertama kali. Kami kira dia Dewa, tapi kata pendeta, dari ceritanya kedengarannya dia bukan Dewa, tapi roh jahat yang kuat. Dilihat dari dia ngambil jiwa segala, kemungkinan dia roh jahat yang pengen jadi Dewa. Meskipun bukan Dewa, dia berusaha ngabulin keinginan si anak populer sebagai Dewa. Tapi tentu aja, karena bukan Dewa, kekuatan yang bisa dia pakai terbatas. Hasilnya, stimulus yang bisa dikasih roh jahat itu ya kematian orang-orang di sekitar. Kemungkinan besar, pas ritual yang dilakuin sekelas, kami berhasil manggil Dewa yang benar. Katanya susah buat orang awam, tapi mungkin karena araknya bagus jadi berhasil. Dewa benar yang dipanggil itu lihat roh jahat yang nyamar jadi Dewa, terus ngelempar dia ke neraka. Lilinnya patah karena roh jahatnya ngelawan. Tapi karena keinginan kami semua terkabul, apinya padam. Penjelasan pendeta kurang lebih kayak gitu. Itu pun katanya kalau dipaksa ngejelasin kejadian kali ini.

[165] Setelah ini, kami menjalani kehidupan sekolah yang biasa-biasa aja sampai lulus. Si anak populer meskipun dapat tatapan dingin dari sekitar, tapi karena Matsuzaka bilang “Kalau ada satu aja kasus bullying, nanti bisa dibilang bukan kehidupan sekolah yang damai lagi,” dia gak di-bully secara khusus. Matsuzaka sendiri, padahal tadinya ketua klub sains, gara-gara kejadian ini malah masuk ke jalan Shinto.

Shinto: Agama asli Jepang. Memuja alam dan leluhur, serta percaya adanya banyak dewa (Yaoyorozu no Kami). Kuil Shinto adalah pusat utama kepercayaan Shinto.

[165] Katanya dia sakit hati karena pas nelpon ke mana-mana minta tolong pengusiran roh jahat, gak ada yang mau bantu. “Gue pengen bisa nolongin orang yang butuh bantuan,” katanya keren banget. Gue sendiri setelah lulus SMA masuk universitas D2 (tandai). Setelah lulus D2, gue kerja jadi pegawai honorer di pemerintah kota. Menjalani kehidupan orang dewasa biasa yang normal. Gue udah jarang kontak sama Matsuzaka, tapi minggu lalu pas ziarah ke makam Hosoki, gue ketemu lagi sama Matsuzaka, terus kami ngobrolin lagi soal kejadian ini. Makanya gue kepikiran buat bikin thread ini.

  • [167] Makasih udah nulis. Yah, lumayan seru.
  • [168] >>165 Makasih udah nulis. Seru kok ceritanya.
  • [169] Makasih udah nulis! Seru! Matsuzaka keren ya.

[170] Banyak banget yang hilang gara-gara kejadian ini. Tapi, demi teman sekelas dan wali kelas yang udah meninggal, meskipun umur gue berkurang tiga tahun, gue bakal hidup sebaik mungkin. Makasih buat yang udah baca sampai akhir. Gue mau tidur sekarang, tapi kalau ada pertanyaan, gue bakal jawab sebisa mungkin (selama gak bikin identitas gue ketahuan), jadi silakan tulis aja pertanyaannya kalau ada. Kalau gitu, semoga kalian semua punya hidup yang baik.

  • [171] Makasih udah nulis. Beberapa hari ini jadi seru bacanya. Makasih ya.
  • URLをコピーしました!

コメントする